SAWAH TANPA PETANI
Oleh : Andrea Amalia Salma
(Sumber : thejakartapost.com dengan judul A Land Without Farmers oleh Made Anthony Iswara)
Kehilangan para petani merupakan hal yang menjadi perhatian bagi sebuah negara. Jika hal itu terus berlanjut, kemungkinan besar, Indonesia tidak memiliki sisa petani dalam kurun waktu 50 tahun. Apa yang akan kita makan?
βYa, kita akan kelaparan,β kata Adang Parman, 58, seorang petani dari desa Ciburial, Jawa Barat. Setiap hari, bapak dari tiga anak ini menuju ke sawah di pagi hari untuk mencabut gulma, menyirami tanamannya atau memetik sayuran. Sementara anaknya membajak sawah dengan traktor.
Adang sudah menjadi petani lebih dari 40 tahun. Bertani merupakan pekerjaan yang menuntut dan melelahkan. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa semakin sedikit orang yang ingin menggeluti pekerjaan itu.
Indonesia kehilangan 5,1 juta petani antara tahun 2003 dan 2013, menjadi 26 juta, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Kecenderungan ini diperkirakan akan berlanjut dalam beberapa tahun kedepan, yang mana dapat membuat Indonesia kehilangan semua petaninya pada 2063.
βBanyak anak muda memandang bekerja di bidang agrikultural sebagai pekerjaan dengan penghasilan rendah, pekerjaan yang lebih cocok untuk orang-orang miskin yang berpendidikan rendah,β Institut Penelitian SMERU 2026. Mereka menjadi kurang tertarik untuk bekerja di bidang pertanian karena beberapa alasan yang mana salah satunya adalah bertani tidak dapat menjamin kehidupan mereka.
Berikut adalah beberapa alasan yang membuat para petani hampir tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka
1. Tidak mendapatkan cukup penghasilan
Rata-rata penghasilan petani setiap hari adalah Rp 55.503 menurut Badan Pusat Statistik (BPS) per bulan Juni. Lebih sedikit dibandingkan pekerja konstruksi yang mendapatkan Rp 89.737 perharinya. Sedangkan, UMR (Upah Minimum Regional) Ibu Kota Jakarta adalah 3,9 juta perbulan, sekitar Rp 160.000 per hari, tiga kali lebih banyak dari penghasilan seorang petani.
2. Jebakan orang tengah
Tanpa adanya akses ke rantai distribusi, banyak petani yang harus bergantung pada orang tengah yang sering disebut dengan tengkulak, kata yang memiliki kesan negatif.
Mereka membeli hasil tani dari petani dalam jumlah yang besar dengan harga yang sangat murah, bahkan kadang-kadang sudah memesannya jauh sebelum musim panen. Petani mempercayakan hasil tani-nya kepada tengkulak ini karena mereka tidak punya jaringan ke pasar, yang mana membuat para petani menjadi pihak yang dirugikan.
3. Meningkatnya makanan olahan
Dari sayuran beku sampai roti gandum, sereal dan mie instan, makanan olahan saat ini sangatlah populer karena harganya yang murah dan mudah dalam pembuatannya, yang mana hal tersebut dapat menjadi ancaman bagi petani yang menjual sayuran segar.
4. Perubahan iklim
Kondisi iklim yang ekstrem menyebabakan perubahan iklim, seperti kekeringan yang berkepanjangan dan banjir yang parah, menyebabkan kegagalan panen di banyak daerah.
Bagi petani, gagal panen dapat menyebabkan akibat yang serius untuk produksi selanjutnya, karena hal tersebut dapat membuat petani tidak memiliki cukup modal untuk memulai menanam lagi.
Untuk dapat mengatasi masalah ini, terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan,
1. Meningkatkan investasi di sektor pertanian
Para petani membutuhkan dukungan. Investasi di sektor pertanian harus datang dari perorangan, sektor privat maupun pemerintah dan NGO. Dengan adanya dukungan yang cukup, produktivitas petani dapat meningkat dan dapat menguntungkan negara dan banyak pihak juga pada akhirnya.
2. Menggunakan teknologi untuk mengatasi hambatan dalam bertani.
Belakangan ini sudah banyak perusahaan teknologi yang menjembatani jarak antara petani dan konsumen. Seperti halnya TaniHub dan Sayurbox yang memungkinkan konsumen membeli sayuran segar langsung dari petani. Inovasi-inovasi seperti inilah yang diperlukan agar dapat menguntungkan banyak pihak baik itu petani, konsumen, maupun pemilik perusahaan teknologi tersebut. Tak dapat dipungkiri, hal tersebut juga dapat menarik minat para pemuda agar lebih memperhatikan sektor pertanian.
Comments
Post a Comment