Skip to main content

Terjemahann

Pencakar Langit Sampah

(Jabodetabek tenggelam dalam gunung sampah)

Oleh : Andrea Amalia Salma, terjemahan liputan The Jakarta Post dengan judul Skyscraper of Waste oleh Vela Andapita dan Sausan Atika)

Pernahkah kalian menghitung jumlah sampah yang kalian hasilkan?

Jabodetabek, dengan lebih dari 30 juta penduduk, mengirim lebih dari 14.000 ton sampah ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir) setiap harinya.

Untuk lebih jelasnya, limbah yang sudah dihasilkan oleh Jabodetabek selama tiga tahun terakhir dapat mengisi gedung pencakar langit tertinggi di Jakarta, yaitu Menara Gama yang memiliki tinggi 310 meter.

Aliran sampah yang sangat deras, ditambah lagi dengan pengelolaan sampah yang buruk, telah membawa area metropolitan ke dalam krisis.

Beberapa TPA sudah kelebihan muatan atau menghadapi resiko kelebihan muatan. Dalam waktu dekat, penduduk Jabodetabek akan kehabisan tempat untuk membuang sampah.

Krisis ini telah mempengaruhi orang-orang yang tinggal berdekatan dengan TPA. Gunungan sampah yang bau – terdiri daripada berbagai hal, dari sisa makanan hingga plastik bungkus diaper – menyebabkan gangguan lingkungan dan kesehatan.

Bau busuk yang tajam saja sudah cukup untuk membuat indra penciuman mati rasa, ditambah limbah cair yang mengalir dari gunung-gunung sampah yang sudah mengkontaminasi air tanah, yang biasa digunakan penduduk sekitar untuk keperluan sehari-hari.

Selama musim hujan, gunung-gunung sampah ini akan menjadi lebih licin dan mudah berserakan. Hal ini, bagaimanapun, tidak menghentikan pekerja TPA untuk mengoperasikan ekskavator untuk menumpuk sampah lebih tinggi – karena mereka tidak memiliki pilihan lain.

Berikut adalah data TPA di Jabodetabek.

Kota Bogor, Kabupaten Bogor, Depok dan Tangerang Selatan sudah berharap untuk membuang sampah di TPA Lulut – Nambo yang baru dibangun di Kabupaten Bogor. Bagaimanapun, fasilitasnya belum dibuka karena sengketa pembayaran yang berlarut-larut antara kontraktor dan investor. Selain itu adalah karena adanya pertengkaran antara empat kabupaten dan kotamadya yang ingin mendapatkan kuota sampah lebih besar untuk daerah masing-masing.

Pada tahun 2018 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) merevitalisasi TPA Rawa Kucing di Tangerang dengan menjadikannya tempat pembuangan sampah sanitasi dimana sampah di kompresi dan dikubur di dalam lubang dengan dasar yang terlindung untuk memungkinkannya terurai menjadi bahan inert secara biologis dan kimiawi.

TPA Bantargebang di Bekasi mengoperasikan pembangkit listrik tenaga sampah (Pembangkit listrik tenaga biomasa, disebut juga PLTSa) dan fasilitas pengomposan.

Semua inovasi ini, bagaimanapun, mempunyai batasan kapasitas dan tidak dapat mengikuti laju sampah Jabodetabek yang semakin meningkat.

Untuk lebih memahami krisis ini, berikut adalah cerita dari dua orang yang menghadapi beban sampah yang kita hasilkan setiap hari.

1. Cerita pertama adalah dari Arip Suparman (34 tahun). Bersama keluarganya, ia telah tinggal di daerah TPA Rawa Kucing sekitar 20 tahun. Dahulu, jarak rumahnya dapat dibilang sangat jauh dengan TPA tersebut, tetapi makin hari jumlah sampah yang datang semakin bertambah hingga merambah perumahan warga. Sampah yang bau dapat menyebabkan beberapa penyakit, seperti penyakit asma yang dialami kedua orangtuanya dan membuat mereka terpaksa untuk mengontrak rumah yang lumayan jauh dari daerah itu agar kondisinya tidak semakin parah.

2. Dedi Dasmita (34 tahun). Bapak dua anak ini, sehari-hari pekerjaannya adalah mengangkut sampah ke truk dan menyapu jalanan. Dahulu, ia merupakan seorang OB di suatu perusahaan, tetapi karena harus berjauhan dengan keluarganya dan hanya dapat bertemu sebulan sekali, ia lebih memilih pekerjaan yang dekat dengan keluarganya. Ia menyadari bahwa pekerjaannya yang berhubungan dengan sampah sangatlah bau dan kotor serta dapat menimbulkan resiko penyakit, yang mana ia sudah di diagnosa suatu penyakit karena pekerjaannya itu. Tetapi, ia berkata bahwa ini adalah salah satu amal. “Kita tidak hanya membersihkan rumah saja, tetapi juga membersihkan kota. Lagian, kalau mau sedekah uang kita tidak bisa, jadilah ini cara kita bersedekah.” kata beliau.

Apa yang dapat kita lakukan untuk membantu mengurangi beban mereka?

Banyak hal keliru yang terjadi dalam pengoperasian sampah di wilayah Jabodetabek, yang menyebabkan penderitaan banyak orang, terutama yang bekerja dan tinggal di area TPA.

Walaupun hal ini adalah kewenangan pemerintah untuk lebih baik dalam beradaptasi dalam kebijakan pengoperasian sampah, kita, sebagai warganegara dapat membantu untuk meringankan beban mereka.

Berdasarkan wawancara The Jakarta Post dengan Wilma Chrysant (co-founder Labtanya), terdapat strategi yang dapat kita lakukan, yaitu strategi tiga pintu yang terdiri dari startegi pintu depan, pintu tengah dan pintu belakang. Pertama, startegi pintu depan adalah apa-apa yang kita lakukan sebelum memproduksi atau melakukan sesuatu, seperti halnya membawa tumblr saat bepergian, lebih memilih lemper yang tidak berplastik dan menggunakan sapu tangan dibandingkan tissue. Yang kedua, strategi pintu tengah adalah apa-apa yang dilakukan saat memproduksi atau melakukan sesuatu, misalnya saja menghabiskan makanan yang sudah diambil, memilih menggunakan baju lama asalkan masih baik, dan memperbaiki sepatu daripada membeli yang baru. Yang terakhir, strategi pintu belakang adalah apa-apa yang dilakukan setelah memproduksi atau melakukan sesuatu, misalnya saja, setelah kita makan, lihat kembali apakah bisa di komposkan atau didaur ulang lagi atau tidak, jika tidak, barulah sampah tersebut dinamakan residu dan dapat kita kirimkan ke TPA. Dengan menjalankan strategi tersebut, kita diharapkan dapat membantu untuk menjadikan lingkungan menjadi lebih baik.

sumber terjemah:)





Comments

Popular posts from this blog

On Insecurity

It's been a long time since the last time I wrote in this blog. I'm pretty well but not quite great.  The topic that I'm gonna talk about here is something that I'm familiar with, which is insecurity.  If I have to be honest, I've been dealing with insecurity for the past few years. It was because I always feel left out compared to people my age in terms of achievements. The feeling struck me whenever I see them who have been achieving so many things in life while I still feel clueless about what I should do in life. Feeling insecure is like a disease because it can affect many aspects in your life. When you feel insecure, you think that you're not good enough and it holds you for doing things that you actually good at but you can't see it because you're already feel like you're not enough. I found this interesting perspective about insecurity from someone's tweet. He tweeted, "...insecurity is the worst thing you can unconsciously feed into

The Key of Fluency in Languages

  In this globalization era, communication becomes a very important thing. We’re not only talk to people near us, but sometimes we need to talk to people far away even from different countries for different purposes. For that reasons, being able to talk fluently in English and other languages for communication purposes is really important. It’s because not only we can expand our connection, but also broaden our knowledge. These days, there are tons of place that offer services to help people get fluency in foreign languages. Each of them have their own specialties to attract people. But, basically, what’s the best way to be fluent in languages? What can language learners do to get fluency in their target languages? According to British Council Indonesia Foundation, there are two kinds of languages skills, which are fluency and accuracy. Actually, those two skills are very important in learning languages, but the importance of those two in learning languages depends on our situati